Pada saat kemarau panjang yg membuat pasokan air berkurang, kita dianjurkan untuk banyak beristighfar. Kita juga dianjurkan untuk melakukan rangkaian shalat istisqa, mulai dari puasa tiga hari sebelumnya; istighfar; mengembalikan barang2 rampasan; melakukan rekonsiliasi; mencari solusi atas kezaliman yg pernah dilakukan; hingga shalat dan khutbah istisqa.
Pada saat kemarau panjang, kita dianjurkan untuk berdoa minta hujan dgn bertawasul melalui orang2 saleh yg ada di zamannya. Tawasul saat minta hujan ini pernah dilakukan oleh Sahabat Umar bin Khattab RA. Lafal tawasul Sahabat Umar bin Khattab RA adalah sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَسْتَسْقِي إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا, وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا
Allāhumma innā kunnā nastaqī ilaika bi nabiyyinā, fa tasqīnā. Wa innā natawassalu ilaika bi ‘ammi nabiyyinā, fasqinā.
Artinya, “Ya Allah, kami dulu meminta hujan kepada-Mu melalui pangkat nabi kami (Nabi Muhammad SAW) yg tinggi, lalu Kauturunkan hujan untuk kami. Sekarang kami meminta hujan kepada-Mu melalui pangkat paman nabi kami (Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib) yg tinggi, maka turunkan lah hujan untuk kami.”
Tawasul Sahabat Umar bin Khattab RA ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari. Tawasul Sahabat Umar bin Khattab RA dalam riwayat ini pernah dilakukan di zaman Rasulullah. Setelah Rasulullah wafat, Sahabat Umar bin Khattab RA bertawasul melalui Abbas RA, paman Rasulullah SAW.
Kemarau berkepanjangan terjadi pada tahun 18 H sehingga tanah menjadi berdebu karena kekeringan. Kemarau panjang berlangsung hingga sembilan bulan. Masyarakat mengadu kepada Sayyidina Umar bin Khattab. Sayyidina Umar kemudian bertawasul melalui Sayyidina Abbas RA.
وَعَنْ أَنَسٍ; - أَنَّ عُمَرَ - رضي الله عنه - كَانَ إِذَا قَحِطُوا يَسْتَسْقِي بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ اَلْمُطَّلِبِ. وَقَالَ: اَللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَسْتَسْقِي إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا, وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا، فَيُسْقَوْنَ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Artinya, “Dari Sahabat Anas RA, Amirul Mukminin Umar bin Khatthab RA ketika masyarakat mengalami kekeringan berkepanjangan bertawasul dalam istisqa melalui sahabat Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib RA. Sayyidina Umar RA dalam doa istisqanya mengatakan, ‘Allāhumma innā kunnā nastaqī ilaika bi nabiyyinā, fa tasqīnā. Wa innā natawassalu ilaika bi ‘ammi nabiyyinā, fasqinā,’ lalu hujan pun turun kepada mereka,” (HR Bukhari).
Hadits ini menjadi dalil atas (anjuran) permohonan syafaat terhadap orang baik, orang saleh, dan ahlul bait; keutamaan dan kemuliaan derajat Sayyidina Abbas di sisi Allah melalui ijabah doa, dan keutamaan Sayyidina Umar RA atas ketawadhuannya terhadap Sayyidina Abbas RA, (Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 129).
Adapun nasab Sayyidina Abbas RA adalah Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf Al-Qurasyi. Ia merupakan salah seorang paman Nabi Muhammad SAW. Ia lahir dua tahun sebelum kelahiran Rasulullah SAW yang wafat pada tahun 32 H. Ia ikut hijrah sesaat menjelang Fathu Makkah. Ia juga ikut menyaksikan peristiwa Fathu Makkah dan Perang Hunain.
Sayyidina Abbas RA mendapat tempat di hati Rasulullah SAW. Sayyidina Abbas RA merupakan salah seorang kerabat Rasulullah SAW yang harus dicintai sebagaimana perintah Allah SWT. Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya mengatakan, “Siapa saja yg menyakiti Abbas, maka ia menyakitiku karena paman itu adalah saudara sekandung ayahnya.”
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam Ibanatul Ahkam mengutip doa istisqa yg dibaca oleh Sayyidina Abbas RA sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ إِنَّهُ لَمْ يُنْزَلْ بَلَاءٌ إِلَّا بِذَنْبٍ وَلَمْ يُرْفَعْ إِلَّا بِتَوْبَةٍ وَهَذِهِ أَيْدِيْنَا إِلَيْكَ بِالذُّنُوْبِ وَنَوَاصِيْنَا إِلَيْكَ بِالتَّوْبَةِ فَاسْقِنَا الغَيْثَ
Allāhumma innahū lam yunzal balā’un illā bi dzanbin, wa lam yurfa‘ illā bi taubatin. Wa hādzihī aydīnā ilaika bid dzunūb. Wa nawāshīnā ilaika bit taubah. Fasqinal gaytsa.
Artinya, “Ya Allah, sungguh bala tidak diturunkan kecuali karena dosa dan ia tidak diangkat kecuali karena tobat. Ini tangan kami berlumur dosa menyerah kepada-Mu dan ini kepala kami bertobat menghadap-Mu. Oleh karena itu, turunkan hujan untuk kami,” (Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 128).
Adapun berikut ini adalah doa istisqa Sayyidina Abbas RA pada riwayat lain:
اَللَّهُمَّ إِنَّهُ لَمْ يُنْزَلْ بَلَاءٌ إِلَّا بِذَنْبٍ وَلَمْ يُكْشَفْ إِلَّا بِتَوْبَةٍ، وَقَدْ تَوَجَّهَ القَوْمُ بِيْ إِلَيْكَ لِمَكَانِيْ مِنْ نَبِيِّكَ، وَهَذِهِ أَيْدِيْنَا إِلَيْكَ بِالذُّنُوْبِ وَنَوَاصِيْنَا إِلَيْكَ بِالتَّوْبَةِ فَاسْقِنَا الغَيْثَ
Allāhumma innahū lam yunzal balā’un illā bi dzanbin, wa lam yuksyaf illā bi taubatin. Wa qad tawajjahal qawmu bī ilaika li makānī min nabiyyika. Wa hādzihī aydīnā ilaika bid dzunūb. Wa nawāshīnā ilaika bit taubah. Fasqinal gaytsa.
Artinya, “Ya Allah, sungguh bala tidak diturunkan kecuali karena dosa dan ia tidak diangkat kecuali karena tobat. Umat ini tengah menghadap kepada-Mu melaluiku karena kedudukanku di sisi nabi-Mu (Nabi Muhammad SAW). Ini tangan kami berlumur dosa menyerah kepada-Mu dan ini kepala kami bertobat menghadap-Mu. Oleh karena itu, turunkan hujan untuk kami.”
Dari sini, ulama menganjurkan agar masyarakat memilih mereka yang paling saleh dan zuhud di antara mereka untuk berdoa minta hujan dan menjadi imam serta khatib pada rangkaian Shalat Istisqa.
KUMPULAN DOA LENGKAP RASULULLAH SAAT KEMARAU PANJANG
Saat kemarau panjang, kita dianjurkan untuk banyak memohon ampunan kepada Allah dan tentu memohon kepada-Nya untuk menurunkan anugerah-Nya berupa air. Perintah permohonan ampun ini dapat ditemukan pada firman Allah swt sebagai berikut:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Artinya, “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,–sungguh Dia adalah Maha Pengampun–niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dgn lebat, membanyakkan harta dan anak2mu, mengadakan untukmu kebun2 dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai2," (Surat Nuh ayat 10-12).
Adapun berikut ini adalah sejumlah doa yg pernah dibaca oleh Rasulullah ketika mengalami musim kemarau panjang sehingga membuat kekurangan pasokan air untuk kebutuhan segenap makhluk hidup di bumi.
PERTAMA, berikut ini adalah doa yang dikutip dari pembukaan khutbah Shalat Istisqa Rasulullah saw.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اَلْعَالَمِينَ, اَلرَّحْمَنِ اَلرَّحِيمِ, مَالِكِ يَوْمِ اَلدِّينِ, لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ, اَللَّهُمَّ أَنْتَ اَللَّهُ, لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ, أَنْتَ اَلْغَنِيُّ وَنَحْنُ اَلْفُقَرَاءُ, أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ, وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ عَلَيْنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ
Alhamdulillāhi rabbil ālamīn. Arrahmānir rahīm. Māliki yaumid dīn. Lā ilāha illallāhu yaf‘alu mā yurīd. Allahumma antallāhu. Lā ilāha illā anta. Antal ghaniyyu wa nahnul fuqara`. Anzil ‘alainal ghaitsa waj‘al mā anzalta ‘alainā quwwatan wa balaghan ilā hīn.
Artinya, “Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Yang menguasai hari Pembalasan. Tidak ada tuhan yg layak disembah kecuali Allah. Dia melakukan apa saja yg dikehendaki. Ya Allah, Kau adalah Allah. Tidak ada tuhan yg layak disembah kecuali Engkau. Kau Maha Kaya. Sementara kami membutuhkan-Mu. Maka turunkanlah hujan kepada kami. Jadikanlah apa yg telah Kauturunkan sebagai kekuatan dan bekal bagi kami sampai hari yg ditetapkan,” (HR Abu Dawud).
KEDUA, berikut ini doa yang dibaca Rasulullah saw saat sedang khutbah Jumat. Seorang sahabat datang ke dalam masjid menceritakan bencana kekeringan dan meminta Rasulullah yg sedang khutbah Jumat untuk berdoa kepada Allah.
اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا
Allāhumma agitsnā, allāhumma agitsnā.
Artinya, “Ya Allah, tolonglah kami. Ya Allah, tolonglah kami,” (HR Muttafaq Alaih).
KETIGA, berikut ini adalah lafal doa istisqa yg pernah dibaca oleh Rasulullah menurut riwayat Abu Awanah dari Sahabat Sa‘ad ra.
اَللَّهُمَّ جَلِّلْنَا سَحَابًا, كَثِيفًا, قَصِيفًا, دَلُوقًا, ضَحُوكًا, تُمْطِرُنَا مِنْهُ رَذَاذًا, قِطْقِطًا, سَجْلًا, يَا ذَا اَلْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Allāhumma jallilnā saḥāban, katsīfan, qashīfan, dalūqan, dhaḥūqan, thumthirunā minhu radzādzan, qith-qithan, sajlan, yā dzal jalāli wal ikrām.
Artinya, “Ya Allah ratakanlah hujan di bumi kami, tebalkanlah gumpalan awannya, yg petirnya menggelegar, dahsyat, dan mengkilat; sebuah awan darinya Kauhujani kami dengan tetesan deras hujan yg kecil, rintik2, yg menyirami bumi secara merata, wahai Dzat yg Maha Agung lagi Maha Mulia,” (HR Abu Awanah).
KEEMPAT, adapun berikut ini adalah doa istisqa seekor semut di zaman Nabi Sulaiman As sesuai dgn cerita Rasulullah saw dalam riwayat Imam Ahmad.
اَللَّهُمَّ إِنَّا خَلْقٌ مِنْ خَلْقِكَ, لَيْسَ بِنَا غِنًى عَنْ سُقْيَاكَ
Allāhumma innā khalqun min khalqika, laysa binā ghinan ‘an suqyāka.
Artinya, “Ya Allah, kami adalah salah satu makhluk-Mu. Kami tidak dapat berlepas ketergantungan dari anugerah air-Mu,” (HR Ahmad).
Meski hanya doa seekor semut, Nabi Sulaiman As bersama rakyatnya membatalkan rencana istisqa karena Nabi Sulaiman As merasakan keistimewaan doa tersebut. Riwayat ini secara lengkap dapat dibaca pada hadits berikut:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (خرج سليمان عليه السلام يستقي، فرأى نملةً مستلقيَةً على ظهرها، رافعةً قوائمَها إلى السماء، تقول: اللهم، إنا خَلْقٌ مِن خلقِك، ليس بنا غنًى عن سُقيَاك، فقال لهم سليمان: ارجعوا؛ فقد سُقيتُم بدعوة غيركم)؛ رواه أحمد، وصحَّحه الحاكم
Artinya, "Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bercerita, ‘Nabi Sulaiman As pernah melakukan ibadah istisqa, tetapi ia melihat seekor semut berposisi telentang dan mengangkat tangan dan kakinya sambil berdoa, ‘Ya Allah, kami adalah salah satu makhluk-Mu. Kami tidak dapat berlepas ketergantungan dari anugerah air-Mu.’ Menyaksikan ini, Nabi Sulaiman As mengatakan kepada rakyatnya, ‘Mari kita pulang, kalian telah di(mintakan)anugerahkan air oleh doa makhluk hidup selain kalian,'" (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Imam Al-Hakim).
Adapun lafal istighfar alternatif yg perlu dibaca sebanyak2nya pada saat musim kemarau panjang adalah sebagai berikut, meski sebenarnya semua lafal istighfar baik. Lafal istighfar ini diambil dari pembukaan khutbah istisqa menurut Madzhab Syafi’i.
أَسْتَغفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Astaghfirullahal azhim, la ilaha illa huwal hayyul qayyum, wa atubu ilaihi
Artinya, “Aku meminta ampun kepada Allah yang Maha Agung. Tiada tuhan selain Dia yg Maha Hidup dan Maha Tegak. Aku bertobat kepada-Nya.” Wallahu a‘lam.
Wallahu a‘lam.
Alhafiz Kurniawan
www.islam.nu.or.id
No comments:
Post a Comment